PKBM KINI DAN NANTI


A.    LATAR  BELAKANG
PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) merupakan satuan pendidikan nonformal yang secara kelembagaan, memiliki perencanaan kurikulum, metode pelaksanaan pendidikan, dan metode evaluasinya bersifat alternatif, lahir dari keinginan untuk menghantarkan anak mampu secara mandiri menghadapi persoalan nyata, dan lembaga ini memberikan proses pembelajaran dengan metode belajar yang kreatif dan inovatif. Seperti yang sudah diamanatkan dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal, yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (seperti Paket A,  paket B dan paket C), sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pendidikan formal, informal dan nonformal sebagai bagian dari continuing education dan lifelong education, ketiganya tidak dapat berdiri sendiri dan saling mengisi satu sama lain. (Mustofa Kamil, 2009:1) mengemukakan bahwa pengetahuan, keterampilan dan pemahaman lainya yang diperoleh masyarakat tidak hanya cukup dengan pendidikan formal saja, akan tetapi masyarakat perlu memperoleh pendidikan lain sebagai (complementary) baik melalui pendidikan informal maupun nonformal, artinya pendidikan informal dan nonformal bisa menjadi pelengkap dari pendidikan formal.
Maka pendidikan formal, informal dan nonformal akan secara terintegrasi dibutuhkan oleh masyarakat agar pengetahuan dan kemampuan yang diperolehnya mejadi lebih utuh. Selain itu pengembangan pedidikan sepanjang hayat melalui pendidikan formal, informal dan nonformal yang teritegrasi akan memudahkan masyarakat dalam memilih pedidikan mana yang paling cocok dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri serta sesuai dengan keahlian (kompetensi) yang diperlukan bagi kehidupanya.
Umumnya masyarakat tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan ekonomi dan fisik. Sehingga dapat dikatakan bahwasanya fungsi penyelenggaraan pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekolah adalah sebagai pengganti, melengkapi, dan menambah terhadap penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan di sekolah (Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah). Salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan nasional melalui jalur pendidikan  luar sekolah khususnya dalam sistem pendidikan nonformal adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Diselenggarakannya PKBM adalah sebagai tempat bagi warga untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan memanfaatkan sarana prasarana dan segala potensi yang ada disekitar lingkungan kehidupan masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidupnya. Sihombing (1999) dalam Mustofa Kamil (2009:80) menjelaskan, bahwa PKBM merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa dengan melembagakan PKBM, akan banyak potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali, ditumbuhkan, dimanfaatkan dan didayagunakan melalui pendekatan pendekatan budaya yang persuasif. PKBM sebagai salah satu mitra kerja pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui program-program pendidikan nonformal, diharapkan mampu menumbuhkan masyarakat belajar (learning society) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian, keberdayadidikan, dan inovatif dalam mencari berbagai informasi baru dalam rangka meningkatkan kehidupannya. Sebagai sebuah pusat pembelajaran (learning centre), PKBM dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat dengan menitik beratkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat itu sendiri. Terutama berkaitan dengan pentingnya peningkatan kemampuan, keterampilan atau kecerdasan anggota masyarakat. Pada umumnya pengelola dan penyelenggara  PKBM adalah masyarakat, tetapi juga difasilitasi oleh pemerintah (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Subdin Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di tingkat provinsi atau kabupaten/kota).
PKBM menganut ideologi kritis menggunakan model pembelajaran dialogis versi Paulo Freire yang menganggap  bahwa  pendidikan  merupakan  proses  membebaskan  dan humanisasi. Sebagai tokoh pendidikan, Freire dikenal sebagai penganut paradigma pendidikan kritis atau pedagogi kritis. Pedagogi kritis didefinisikan sebagai teori pendidikan dan praktik pembelajaran yang didesain untuk membangun kesadaran kritis mengenai kondisi sosial yang menindas. Pedagogi kritis merupakan pendekatan pembelajaran yang berupaya membantu  peserta didik mempertanyakan dan menantang dominasi serta keyakinan dan praktik-praktik yang mendominasi (Monchinski, 2010:10) dalam (Rakhmat, 2013:6).  Dalam perspektif  paradigma  pendidikan  kritis,  pendidikan  harus  mampu  membuka wawasan  dan  cakrawala  berpikir  baik  pendidik  maupun  warga  belajar, menciptakan ruang bagi warga belajar untuk mengidentifikasi dan menganalisa secara bebas struktur dunianya dalam rangka transformasi sosial. Perspektif ini tentunya mempunyai beberapa syarat, salah satunya baik pendidik maupun warga belajar harus berada dalam posisi yang egaliter dan tidak saling mensubordinasi. Masing-masing pihak harus berangkat dari pemahaman bahwa masing-masing mempunyai pengalaman dan pengetahuan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah dialog,  saling  menawarkan  apa  yang  mereka  mengerti  dan  bukan  menghafal, menumpuk pengetahuan namun terasing dari realitas sosial.  PKBM ini mendasarkan proses pemintarannya pada analisis kehidupan nyata, adanya kesatuan mengajar dan belajar, mengajar disertai belajar, tutor dan warga belajar adalah  tim dari masyarakat yang menjalin persahabatan dengan lembaga sekolahan ini. Kesatuan inilah yang akan membongkar citra bahwa sekolah itu dingin, tak berjiwa, birokratis, penyeragaman, asing bagi kaum miskin dan  membosankan bagi tutor dan warga belajar. Tidak ada dikotomi antara miskin kaya, murid malas dan rajin, mata pelajaran momok dan sebagainya. Konsep utamanya adalah kegembiraan untuk semua. 
Prinsip pertama, pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis dan tidak kreatif, sedangkan semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa yang lebih tahu mengajari yang belum paham, hal ini kemudian akan didapat seorang tutor ketika mengajar sebenarnya dia sedang belajar, terkadang belajar apa yang tidak diketahuinya dari warga belajar. Prinsip kedua, keberpihakan kepada kaum marginal dimana akses keluarga miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengetahuan. Prinsip ketiga, metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembiraan warga belajar dan tutor dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila keharmonisan antara tutor dan warga belajar tidak dibatasi dan adanya rasa keikhlasan dalam proses kegiatan belajar mengajar, keduanya adalah tim, berproses secara partisipatif, guru pamong sebagai fasilitator dalam meramu kurikulum. Prinsip keempat, Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, tutor, peserta didik, wali murid, masyarakat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem pendidikan yang berkarakter sesuai kebutuhan zaman sekarang, hal ini akan membangun citra pendidikan sekolah yang memiliki integritas dan kapabilitas yang baik dan menghasilkan para intelektual yang berakhlaq mulia, bisa diterima dalam masyarakat sebagai generasi pencerah dimasa depan.
Begitu pentingnya pendidikan yang berkarakter dalam kondisi bangsa dan negara Indonesia yang mengalami krisis moral.  Perlu kiranya para pendidik  mampu mengenal dan memberikan pemahaman karakter kepada peserta didik dengan meluangkan waktunya bersama peserta didik dan memberikan perhatian yang maksimal dalam membimbing mereka demi tercapainya tujuan pendidikan. Mengenal dan memahami karakter peserta didik, memberikan manfaat yang banyak baik bagi peserta didik itu sendiri maupun bagi pendidik yang berperan mendampingi mereka. Bagi peserta didik, mereka akan mendapat pelayanan prima, perlakuan yang adil, tidak ada diskriminasi, merasakan bimbingan yang maksimal dan menyelesaikan masalah peserta didik dengan memperhatikan karakternya. Dengan demikian pendidik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik berupa minat, bakat dan kegemarannya dan berusaha menekan potensi negatif yang mungkin muncul dari karakter peserta didik yang tidak baik yang dimilikinya.
Dalam mengenal dan memahami peserta didik, pendidik hendaknya dibekali dengan Ilmu Psikologi Pendidikan, Ilmu Psikologi Peserta dan Ilmu Psikologi Perkembangan. Dalam ketiga Ilmu tersebut terdapat konsep-konsep dasar tentang perkembangan kejiwaan peserta didik yang sangat membantu pendidik dalam mendampingi mereka. Disiplin ilmu ini sudah mulai dilupakan atau kurang diperhatikan pendidik sehingga kesulitan demi kesulitan dialami pendidik ketika berhadapan dengan peserta didik. Banyak masalah yang dihadapai peserta didik yang tidak terlalu berat tetapi karena kurang tepatnya pendekatan dan terapi yang digunakan pendidik dalam menyelesaikan masalah itu. Hal ini tidak menghasilkan penyelesaian secara tuntas dan masalah itu tetap menyelimuti peserta didik yang memberatkan langkahnya dalam meraih cita-cita.
Untuk itu seorang pendidik juga harus berperan sebagai Psikolog, yang dapat mendidik dan membimbing peserta didiknya dengan benar, memotivasi dan memberi sugesti yang tepat, serta memberikan solusi yang tuntas dalam menyelesaikan masalah peserta didik dengan memperhatikan karakter dan kejiwaan peserta didiknya. Seorang pendidik juga hendaknya mampu berperan sebagai  dokter yang memberikan terapi dan obat pada pasiennya sesuai dengan diagnosanya. Salah diagnosa maka salah juga terapi dan obat yang diberikan sehingga penyakitnya bukannya sembuh tetapi sebaliknya semakin parah.
Demikian juga seorang pendidik dalam menyelesaikan masalah peserta, harus mengetahui akar masalah sehingga dapat menentukan terapi dan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Disamping itu pendidik juga dapat berperan sebagai seorang ulama yang dapat membimbing dan menuntun batin atau kejiwaan peserta didik, memberikan pencerahan yang menyejukkan dan menyelesaikan masalahnya dengan pendekatan agama yang hasilnya akan lebih baik. Mengenal dan mememahami peserta didik dapat dilakukan dengan cara memperhatikan dan menganalisa tutur kata (cara bicara), sikap dan prilaku atau perbuatan peserta didik, karena dari tiga apek di atas setiap orang (peserta didik) mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya (karakter atau jiwa). Untuk itu seorang pendidik harus secara seksama dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik dalam setiap aktivitas pendidikan.
Mengenal peserta didik merupakan keharusan bagi seorang pendidik dalam melaksanakan tugas kependidikan. Dengan mengenal peserta didik dengan baik dan memahami karakternya akan membantu pendidik mengarahkan peserta didik meraih harapannya dimasa depan. Memahami karakter peserta didik butuh kesungguhan dan keterlibatan hati dan pikiran pendidik sehingga secara jernih dapat memahami karakter peserta didik dengan baik dan benar.
Karakter peserta didik adalah watak, kejiwaan dan sifat-sifat khas yang dibawa peserta semenjak lahir, sebagai identitas diri yang membedakan dirinya dengan orang lain. Masing-masing peserta didik memiliki karakter yang berbeda, bahkan peserta didik yang kembar sekalipun akan berbeda karakternya. Karakter seseorang peserta didik akan terlihat dari cara dia bertutur kata, bersikap dan berprilaku. Semua aktivitas yang tampak secara kasat mata merupakan perwujudan dari watak, jiwa dan sifat peserta didik.


B.     PERMASALAHAN
1.    KELEMAHAN PKBM
Dalam realitas yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di PKBM masih didapati pembelajaran yang sifatnya kerelaan dari setiap warga belajar untuk hadir dan mengikuti kegiatan pembelajaran, dalam hal ini ada beberapa kelemahan yang patut dicermati yaitu kelemahan pertama, kurangnya koordinasi disebabkan oleh keragaman dan luasnya program yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Semua lembaga pemerintah, baik yang berstatus kementerian maupun non kementerian, menyelenggarakan program-program pendidikan nonformal. Berbagai lembaga swasta, perorangan, dan masyarakat menyelenggarakan program pendidikan nonformal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lembaga tersebut atau untuk pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya variasi program yang dilakukan oleh berbagai pihak itu akan memungkinkan terjadinya program-program yang tumpang tindih. Program yang sama mungkin akan digarap oleh berbagai lembaga, sebaliknya mungkin suatu program yang memerlukan penggarapan secara terpadu kurang mendapat perhatian dari berbagai lembaga.
Kelemahan kedua, tenaga pendidik atau sumber belajar yang profesional masih kurang. Penyelenggara kegiatan pembelajaran dan pengelolaan program pendidikan nonformal sampai saat ini sebagian terbesar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan nonformal. keterlibatan mereka dalam program pendidikan didorong oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau kerena tugas yang diperoleh dari lembaga tempat mereka bekerja, dan mereka pada umumnya berlatar belakang pendidikan formal. Kenyataan ini sering mempengaruhi cara penampilan mereka dalam proses pembelajaran anatara lain dengan menerapkan pendekatan mengajar pada pendidikan formal di dalam pendidikan nonformal sehingga pendekatan ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembalajaran dalam pendidikan nonformal. Pengelolaan program pendidikan nonformal memerlukan pendekatan dan keterampilan yang relatif berbeda dengan pengelolaan program pendidikan formal. Kelemahan ketiga, motivasi belajar peserta didik relatif rendah. Kelemahan ini berkaitan dengan:
1.    Adanya kesan umum bahwa lebih rendah nilainya daripada pendidikan formal yang peserta didiknya memiliki motivasi kuat untuk perolehan ijazah.
2.    Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan formal dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal pada umumnya tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
3.    Masih terdapat program pendidikan, yang berkaitan dengan upaya membekali peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan masukan lain (other input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan hasil belajarnya.
4.    Para lulusan pendidikan nonformal dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan status pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan nonformal.

2.    PERMASALAHAN KESETARAAN.
Penyelenggaraan pendidikan nonformal diatur di dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan juga Pasal 100 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,meliputi : penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal dan penyelenggaraan program pendidikan nonformal. Selanjutnya, lebih spesifik penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal diatur di dalam Pasal 100 ayat 2, sedangkan penyelenggaraan program pendidikan nonformal diatur di dalam Pasal 100 ayat 3.
a.     Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal meliputi:
Satuan pendidikan Lembaga kursus dan lembaga pelatihan, Kelompok belajar, Pusat kegiatan belajar masyarakat, Majelis taklim, Pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
b.     Penyelenggaraan  program pendidikan nonformal meliputi: 
Pendidikan kecakapan hidup, Pendidikan anak usia dini (contohnya: Kelompok bermain, Taman penitipan anak), Pendidikan kepemudaan (Organisasi keagamaan, Organisasi pemuda, Organisasi kepanduan/kepramukaan, Organisasi palang merah, Organisasi pecinta alam & lingkungan, Organisasi kewirausahaan,  Organisasi masyarakat, Organisasi seni dan olahraga, Organisasi lain yang sejenis), Pendidikan pemberdayaan perempuan, Pendidikan keaksaraan, Pendidikan  keterampilan & pelatihan kerja, Pendidikan Kesetaraan (Program paket A setara SD/MI, Program paket B setara SMP/MTs, Program paket C setara SMA/MA, Paket C Kejuruan setara SMK/MAK)
Beragam satuan pendidikan nonformal yang terdapat pada PKBM harus menghadapi berbagai masalah terkait dengan kinerja program-program yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat, menurut Sihombing (2001) dapat digambarkan sebagai berikut:
1.    Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai. Misalnya berkaitan dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk paket B setara SMP/MTs, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor, kenyataannya baru dapat dipenuhi lima orang tutor untuk setiap kelompok belajar.
2.    Rasio modul untuk warga belajar program kesetaraan yang masih jauh dari mencukupi. Rasio modul baru mencapai 1 : 3. Hal ini terjadi arena pengadaan modul murni dari pemerintah.
3.    Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran.
4.    Kualitas hasil belajar sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya. Secara teoritis memang terdapat pembelajaran, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan.
5.    Lemahnya akurasi data tentang sasaran program.kondisi ini disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas serta sarana pendukung yang belum memadai.
6.    Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dilaksanakan tepat waktu.

3.    WARGA BELAJAR YANG MAJEMUK.

Warga belajar adalah anggota masyarakat, tanpa batas umur, yang memerlukan suatu atau beberapa jenis pendidikan tertentu, yang mempunyai hasrat untuk belajar, serta bersedia membiayai sebagian atau segala keperluan belajarnya. Sementara pihak PKBM harus mengatur warga belajar dalam hal pendaftaraan/registrasi, pencatatan biodata, menempatkan, membuat jadwal belajar, penilaian serta  melaporkan. Secara spesifik, pengelolaan warga belajar dari proses penerimaan sampai saat warga belajar menyelessaikan pendidikan. Dalam pelaksanaan Program kesetaraan berbagai permasalahan berkaitan dengan warga belajar yang dihadapai diuraikan di bawah ini:
a.    Lokasi tempat tinggal warga belajar saling berjauhan sehingga sulit mendapatkan satu kelompok sebanyak 40 orang warga belajar sesuai dengan yang dipersyaratkan pemerintah.
b.    Latar belakang sosial ekonomi warga belajar lemah sehingga frekuensi kehadiran sangat rendah.
c.    Warga belajar menjadi pencari nafkah keluarga, mereka hanya belajar kalau waktu mengizinkan.
d.   Motivasi belajar rendah, mereka menganggap dan berpendapat tanpa belajar mereka sudah mendapatkan uang.
e.    Pelaksanaan evaluasi yang kurang baik.
f.     Kesadaran belajar sangat dipengaruhi oleh budaya yang berkembang dimasyarakat dan aktivitas warga di lingkungannya.


C.     TUJUAN
Secara umum terdapat  3 (tiga)  tujuan penting dalam pengembangan PKBM:
1.      Memberdayakan masyarakat agar mampu mandiri (berdaya)
2.      Meningkatkan kualitas hidup masyarakat baik dari segi sosial maupun ekonomi.
3.      Meningkatkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi dilingkungannya sehingga mampu memecahkan permasalahan tersebut.
Sihombing (2001) menyebutkan bahwa tujuan kelembagaan PKBM adalah untuk menggali, menumbuhkan, mengembangkan, dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat itu sendiri.
Pada sisi lain tujuan PKBM adalah untuk lebih mendekatkan proses pelayanan pendidikan terutama proses pelayanan pembelajaran yang dipadukan dengan berbagai tuntutan, masalah-masalah yang terjadi di sekitar lingkungan masyarakat itu sendiri. Secara rinci komponen, proses dan tujuan program pendidikan luar sekolah/pendidikan nonformal yang sistemik menurut Sudjana (2006) adalah:
1.    Masukan lingkungan (environmental input) meliputi lingkungan alam, sosial budaya, dan kelembagaan.
2.    Masukan sarana (instrumental input) terdiri atas kurikulum atau program pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta biaya.
3.    Masukan individu ialah peserta didik yang terdiri atas warga belajar, peserta pelatihan, peserta penyuluhan, pemagang, santri, dan sebagainya.
4.    Proses pendidikan melalui pembelajaran (processes) adalah interaksi edukatif antara seluruh masukan. Proses ini menyangkut pembelajaran, bimbingan atau latihan.
5.    Keluaran (output) adalah lulusan program pendidikan luar sekolah. Keluaran yang dievaluasi adalah kuantitas dan kualitas lulusan program setelah mengalami proses pembelajaran  kualitas yang terrefleksikan dalam perubahan tingkah laku atau karakter peserta didik atau lulusan meliputi ranah afeksi (sikap dan karakter), ranah kognisi (pengetahuan), dan ranah psikomotor (keterampilan).
6.    Masukan lain (other input) adalah sumber-sumber atau daya dukung yang memungkinkan lulusan dapat menerapkan hasil belajar kedalam kehidupannya.

D.    STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

1.    PEMBENAHAN MANAJEMEN PKBM
Unsur utama dari permasalahan adalah proses pengelolaan dari lembaga PKBM itu sendiri dan hal-hal yang berkaitan kegiatan pembelajaran serta warga belajar yang mejemuk  menjadi kompleksitas permasalahan. Menurut Winarno Hamiseno (Arikunto, 1986:8) pengelolaan adalah substantifa dari mengelola, sedangkan mengelola adalah suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencana, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian. Selanjutnya pengelolaan menghasilkan sesuatu dan sesuatu itu dapat merupakan sumber penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan. Definisi lain menyebutkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan atau perumusan agar sesuatu yang dikelola dapat berjalan lancar, efektif dan efisien (Arikunto, 1986:8). Dijelaskan pula bahwa pengelolaan meliputi banyak kegiatan dan semuanya itu bersama-sama menghasilkan suatu hasil akhir yang memberikan informasi bagi penyempurnaan perkegiatan. Menurut Hartati (2001:17) pengelolaan warga belajar atau pengelolaan siswa adalah kegiatan pencatatan warga belajar dari proses penerimaan hingga warga belajar tersebut keluar disebabkan karena telah tamat atau sebab lain.
Jadi pengelolaan warga belajar adalah pekerjaan mengatur warga belajar yang meliputi mendaftar, mencatat, menempatkan,  melaporkan dan sebagainya. Secara spesifik, pengelolaan warga belajar Program Paket B adalah kegiatan pendaftaran atau pencatatan biodata warga belajar dari proses penerimaan dengan melengkapi dokumen yang mendukung, misalnya ijazah SD/MI, foto diri, kartu keluarga, KTP orang tua dan lain-lain begitu pula pada saat warga belajar meninggalkan lembaga pendidikan karena sudah tamat.
Kegiatan pembelajaran harus ditetapkan dengan waktu yang konsisten dan perlu setiap tatap muka adanya penugasan terstruktur diberikan kepada warga belajar dan berlaku kepada setiap peserta didik tanpa ada perbedaan dan pada waktu yang ditetapkan mengumpulkan tugas tersebut. Sering kali terjadi peserta didik tidak mengumpulkan tugas  maka dalam hal ini peserta didik belum memahami pendidikan karakter (kedisiplian). Demikian halnya dalam pengambilan nilai tengah semester dan penilaian akhir semester, warga belajar wajib mengikuti agar mendapatkan nilai sebagai pertimbangan untuk kenaikan kelas atau kelulusan.
Dalam mengelola fasilitas belajar PKBM harus menyiapkan suasana nyaman ditempat belajar sehingga setiap warga belajar mendapat pelayanan termasuk menyediakan tutor yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang yang diampu atau yang sudah berpengalaman mengajar supaya warga belajar  mencapai hasil belajar yang memuaskan.

2.    PEMAHANAN KESETARAAN

Penyelenggaraan program kesetaraan ditujukan bagi masyarakat putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, masyarakat yang bertempat tinggal di daerah-daerah khusus, seperti daerah perbatasan, daerah bencana, dan daerah yang terisolir yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai bahkan juga bagi TKI di luar negeri. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik hanya sekedar mengejar ijasah sebagai syarat mencari kerja.  Mereka tidak butuh nilai bagus, yang penting lulus dan mendapatkan sedikit tambahan ilmu dan wawasan. Kebanyakan mereka tidak memanfaatkan ijasahnya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil effect, ukuran, pengaruh, fungsi, dan kedudukan, jadi lulusan program pendidikan kesetaraan memiliki hak yang sama dengan pendidikan formal yaitu mereka bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Selanjutnya menjadi tugas tutor (tenaga pengajar) dan penyelenggaraan pendidikan nonformal sangat berat, bila melihat karakteristik sasaran pendidikan nonformal yang beragam dengan warga belajar yang beragam, apalagi anggaran untuk pendidikan nonformal cenderung tidak sebanding dengan anggaran untuk pendidikan formal. Padahal pendidikan nonformal sendiri memiliki andil besar dalam membantu pembangunan pendidikan di Indonesia.
Seperti dikatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nonformal sebagai penambah, pengganti dan pelengkap pendidikan formal, tetapi pendidikan nonformal memberikan warna tersendiri bagi lulusannya yaitu bagaimana memberdayakan diri, untuk menolong diri sendirinya. Meskipun tantangannya kini semakin beragam dan begitu kompleks. Maka dibutuhkannya tenaga kependidikan nonformal yang memiliki kompetensi baik yang memiliki tugas kewenangan dalam merencanakan dan melaksanakan proses serta menilai hasil, melakukan pembimbingan dan pelatihan pada satuan pendidikan nonformal secara profesional. Agar dapat pendidikan nonformal bisa menyesuaikan dengan kegiatan rutinitas pendidikan formal, maka perlunya terobosan yang signifikan dengan menggunakan teknologi ICT. Dengan demikian akan banyak terbantukan dari banyaknya kelemahan yang dimiliki setiap PKBM. Memanfaatkan teknologi komunikasi dan internet merupakan strategi mengembangkan PKBM dimasa depan.

3.    MENCIPTAKAN WARGA BELAJAR YANG KONDUSIF

Perkembangan masyarakat yang dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi, merupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya bangsa seperti memudarnya rasa kebersamaan, gotong-royong, melemahnya toleransi umat beragama, menipisnya solidaritas terhadap sesama, dan itu semua pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. PKBM sebagai satuan pendidikan nonformal mempunyai peran penting dalam membentuk karakter peserta didiknya, salah satu penentu keberhasilan pendidikan adalah keadaan lembaga pendidikan itu sendiri yaitu lingkungan yang strategis dan mendukung terlaksananya pendidikan yang kondusif. Untuk menciptakan kondisi yang baik itu sangat diperlukan perhatian dan kepedulian semua elemen masyarakat dan warga belajar, dimulai dari pimpinan, tutor, peserta didik dan masyarakat lokal sebagai pendukung pendidikan tersebut. Semua elemen ini bertanggungjawab menciptakan suasana yang aman, nyaman dan efektif bagi terlaksananya pendidikan yang baik. Selain aspek keamanan fisik, kenyamanan atau disebut iklim sekolah, yaitu menyangkut atmosfir, perasaan, lingkungan keseluruhan secara sosial dan emosional.
Faktor yang mempengaruhi kenyamanan atau iklim sekolah ini adalah hubungan atau keterikatan antar warga sekolah, interaksi antar warga sekolah, rasa saling mempercayai dan saling menghargai antar warga belajar. Bila keadaan faktor-faktor tersebut tinggi maka semakin positif iklim sekolah tersebut. Keamanan, kenyamanan dan kedisiplinan suatu sekolah ditentukan oleh nilai-nilai dan sikap dan karakter warga belajar, termasuk kepala pengelola PKBM, tutor, peserta didik, orang tua, dan masyarakat. Komponen ini semua mempunyai komitmen yang mendalam dalam menciptakan kenyamanan, keamanan, dan kedisiplinan akan tercapai bila semua warga belajar melakukan:
1.    mengembangkan budaya sekolah yang positif dan fokusnya adalah pada pencegahan
2.    mengatur dan mengkomunikasikan secara konsisten prilaku yang diharapkan.
3.    memecahkan masalah secara damai menghargai perbedaan dan mengedepankan hak asasi manusia.
4.    bertanggung jawab, dan bermitra dengan masyarakat, untuk memecahkan masalah keamanan yang penting.
5.    berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, prosedur, praktek-praktek yang mempromosikan keamanan sekolah.
6.    memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi sekolah yang pencapaian sekolah yang aman, damai dan teratur sambil menyebutkan hal-hal yang masih perlu untuk ditingkatkan.


PEMBAHASAN



A.  PROSEDUR  KEGIATAN
1.   IDENTIFIKASI
a.    MANAJEMEN  PENGELOLAAN  PKBM

Penyelenggaraan pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal, yang tujuannya untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk dapat mengikuti serta menikmati proses pendidikan yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonformal. Umumnya masyarakat yang tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar formal lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan ekonomi dan fisik. Sehingga dapat dikatakan bahwasanya fungsi penyelenggaraan pendidikan melalui jalur pendidikan luar sekolah/nonformal sebagai pengganti, melengkapi, dan menambah terhadap penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan di sekolah (Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah). Berkaitan dengan standar proses maka bagian dari mengelola suatu lembaga pendidikan menjadi penting berkaitan dengan kinerja lembaga pendidikan tersebut. Unsur utama dari permasalahan PKBM adalah proses pengelolaan dari lembaga PKBM itu sendiri dan hal-hal yang berkaitan kegiatan pembelajaran serta warga belajar yang mejemuk  menjadi kompleksitas permasalahan.
Mengatasi permasalahan harus diketahui cukup masalahnya dan menganalisis penyebab timbulnya permasalahan. Dalam pengelolaan program Paket B khususnya pengelolaan warga belajarnya dapat dilakukan dengan mencermati dasar permasalahannya, misalnya berkaitan dengan lokasi tempat tinggal warga belajar yang berjauhan sehingga sulit mendapatkan 40 orang warga belajar untuk dibentuk satu kelompok;  untuk mengatasinya diperlukan sistem pengelolaan yang baik yang dilakukan oleh pengelola untuk mengelompokan warga belajar yang berada pada wilayah yang sama, dan ini merupakan tahap pertama dalam proses pengelolaan warga belajar. Mencari warga belajar Paket B cukup sulit, namun pengelola sedapat mungkin harus membuat warga masyarakat yang memang membutuhkan program ini menjadi tertarik. Strategi sosialisasi yang berkesan dan menarik sangat perlu direncanakan dengan baik oleh pengelola, sehingga warga belajar disamping mendapatkan informasi juga mendapatkan manfaat dari informasi tersebut. Pengelola juga perlu melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat yang diangap sentral di masyarakat, karena untuk warga belajar di masyarakat pedesaan, peran tokoh masyarakat sangat penting dan cukup berpengaruh sehingga apapun kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh tokoh masyarakat yang bersangkutan akan dituruti oleh anggota masyarakat yang lain (Iis, 2003:107).
Tingkat kehadiran rendah yang merupakan konsekuensi dari kondisi ekonomi masyarakat yang rendah dan mengharuskan mereka bekerja ekstra untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Seperti di ketehui bahwa salah satu karakteristik pendidikan luar sekolah adalah adanya keluesan dalam penentuan waktu pelaksanaan belajar mengajarnya. Untuk meningkatkan kehadiran warga belajar perlu dilakukan perjadwalan yang sesuai dengan kondisi warga belajar dan pemilihan waktu dilakukan semaksimal mungkin dapat diikuti oleh semua warga belajar tanpa harus merugikan mereka dengan meninggalkan pekerjaan, pemilihan waktu ini akan lebih baik jika melibatkan seluruh warga belajar dengan musyawarah agar kesepakatan penjadwalan dapat dipertanggungjawabkan secara bersama-sama (Iis, 2003:110).
Untuk meningkatkan motivasi belajar cara lainnya dengan mengadakan pelatihan atau kecakapan hidup, disamping mereka mendapatkan materi pelajaran mereka juga memperolah keterampilan dan keterampilan tersebut diusahakan benar-benar menjadi kebutuhan warga belajar dan kalau bisa dapat memanfaatkan potensi yang ada sehingga dengan keterampilan ini dimana sebagian modal atau bahan mentahnya sudah ada dapat meningkatkan ekonomi mereka. Richard M. Steer dalam (Sihombing, 1999: 199) menyebutkan bahwa seseorang akan cenderung ikut serta dalam kegiatan organisasi (proses pembelajaran) hanya terbatas pada anggapan bahwa hasil atau imbalan yang mereka dapatkan sebanding dengan usaha yang mereka lakukan.
Motivasi belajar yang rendah dan anggapan bahwa tanpa belajar mereka dapat mencari uang merupakan permasalahan yang umum dalam pembelajaran Program Kejar Paket B, jadi tugas pengelolaan adalah bagaimana caranya membuat warga belajar menyadari pentingnya pendidikan bagi mereka dan penciptaan suasana belajarpun perlu dilakukan dengan baik agar warga belajar tidak bosan. Pelatihan keterampilan yang sesuai dapat mengurangi anggapan yang tidak benar mengenai arti penting pendidikan bagi mereka.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-kadang tepat dan kadang-kadang juga kurang sesuai. Hal ini pendidik harus hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar para warga belajar. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar warga belajar. Menurut Sardiman A. M. (1986: 91) ada beberapa bentuk dan cara menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar, antara lain: 1) memberi angka, 2) hadiah, 3) saingan/kompetisi, 4) ego-involvement, 5) memberi ulangan, 6) mengetahui hasil, 7) pujian, 8) hukuman, 9) hasrat untuk belajar, 10) minat, dan 11) tujuan yang diakui.
Pengelolaan warga belajar selain pada saat penerimaan warga belajar dan pada saat pembelajaran, juga diperlukan pengelolaan hasil dimana permasalahan yang ada pada setiap program Paket B warga belajar hanya mengikuti proses pembelajaran pada saat ujian saja dan pada saat ujian pun mereka dibantu oleh tutor atau pengawas, jadi evaluasi yang dilaksanakan selama ini kurang baik, seharusnya untuk menghasilkan warga belajar yang lulus dengan baik sebaiknya Program Paket B  melakukan sistem evaluasi seperti yang terjadi pada pendidikan formal dan dengan pengawasan yang memadai. Sistem evaluasi yang dilakukan layaknya seperti di pendidikan formal, adanya penilaian harian, penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester/UKK karena menggunakan azas kesetaraan maka yang dilakukan di formal harus sama dengan yang dilakukan pada nonformal.
Permasalahan lainnya yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan pengambilan penilaian dimana sering kali warga belajar tidak mengikuti ujian, terlambat, ataupun data peserta yang berbeda dan berubah-ubah atau bahkan tidak ada datanya. Dalam kondisi seperti ini seorang pengelola PKBM harus benar-benar memperhatikan masalah ini, dan mengantisipasinya dengan cara melakukan pendataan warga belajar dengan baik dan sistem komputerisasi, melakukan pencatatan ulang, meneliti data-data warga belajar secara cermat dan melakukan pemantauan secara rutin untuk mengetahui perkembangan warga belajar yang masih mengikuti program semua terdokumentasi secara komputerisasi dengan terhubung dengan jaringan internet atau berbasis android.
Permasalahan terakhir yaitu menyangkut kesadaran warga masyarakat akan pendidikan yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Dilingkungan masyarakat pedesaan yang masih kental dengan nuansa keagamaan hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk pendidikan sangat rendah karena pandangan masyarakat yang mengganggap bahwa sekolah atau belajar hanya untuk kepentingan dunia saja dan mereka lebih mengutamakan urusan akhirat (Prasetyo, 2003:112). Kondisi seperti ini dapat diatasi jika pengelola program dapat mempengaruhi tokoh masyarakat untuk menyadarkan masyarakat disekitarnya akan pentingnya pendidikan. Peran tokoh masyarakat maupun tokoh agama yang paling berpengaruh di masyarakat sekitar sangat besar pengaruhnya untuk mempengaruhi kesadaran masyarakat, untuk itulah kemampuan seorang pengelola untuk mengidentifikasi kondisi sosial budaya dimana program diselenggarakan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sekaligus melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan.

b.   MENJALANKAN  8  STANDAR PENDIDIKAN

Standar Nasional Pendidikan  merupakan  kriteria  minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan itu sendiri terdiri dari 8 poin yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan yang ada di Indonesia.
Berikut 8 Standar Nasional Pendidikan Menurut BSNP:
1.    Standar Kompetensi Lulusan
2.    Standar Isi
3.    Standar Proses
4.    Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
5.    Standar Sarana dan Prasarana
6.    Standar Pengelolaan
7.    Standar Pembiayaan Pendidikan
8.    Standar Penilaian Pendidikan
Fungsi dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan: 
·     Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
·     Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
·    Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Apabila hal ini semua dapat diterapkan maka sekolah PKBM sudah bisa dikatakan sederajat dengan pendidikan formal, namun pada hakekatnya tidak semudah itu, banyak yang belum bisa dilaksanakan berkaitan dengan kebutuhan fasilitas belajar mengajar seperti pada standar sarana dan prasarana dalam hal ini PKBM akan kesulitan melengkapi pada bagian ini, begitu pula dengan standar pendidikan dan tenaga kependidikan, sangat sulit untuk mendapatkan tenaga tutor yang memiliki kompetensi yang baik, memiliki integritas dengan kompensasi penghasilan yang kecil, maka para tutor dituntut pengabdian untuk mencerdaskan anak bangsa, belakangan ini sudah terlihat kecerahan dari perhatian pemerintah kepada para tutor PKBM sehingga dengan kompensasi yang memadai diharapkan dapat meningkatkan kualitas lulusan dari PKBM.

c.    PEMBELAJARAN DI PKBM YANG BERKARAKTER
Pendidikan karakter itu sendiri merupakan proses pembentukan karakter yang memberikan dampak positif terhadap perkembangan emosional, spiritualitas, dan kepribadian seseorang. Oleh sebab itu, pendidikan karakter atau pendidikan moral itu merupakan bagian penting dalam membangun jati diri sebuah bangsa, seperti yang disampaikan oleh Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Dr. R. Maryatmo MA. (dalam okezone.com, 2014), bahwa kecerdasan emosional, spiritual, dan kepribadian itu penting dalam membangun karakter yang tangguh, mandiri, aktif, kreatif dan berdedikasi tinggi. Suratno MSi, Staf Pengajar Universitas Paramadina, Jakarta, menyampaikan (dalam tribunnews.com, 2014) bahwa istilah “pendidikan karakter” itu sendiri, muncul pada akhir abad 18, dicetuskan oleh pedagog Jerman, FW Foerster (1869-1966). Menurut Foerster, ciri-ciri pendidikan karakter itu meliputi: 1) menekankan setiap tindakan dengan berpedoman pada nilai normatif. Anak didik menghormati norma yang ada, 2) membangun rasa percaya diri, sehingga anak didik menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak takut pada situasi baru, 3) otonomi, anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar hingga menjadi nilai pribadinya, dan 4) keteguhan yang bermakna daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik dan loyalitas (kesetiaan) sebagai dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.  Dalam upaya memaksimalkan implementasi pendidikan karakter tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kemudayaan menerapkan beberapa strategi untuk penguatan pelaksanaannya.
Strategi tersebut antara lain, memperkuat panduan pelaksanaan pendidikan karakter. Kemudian, mengakomodasi lembaga yang sudah melaksanakan pendidikan karakter walaupun dengan nama yang berbeda-beda, dan menguatkan kegiatan yang sudah ada di sekolah (dikutip dari kompas.com, 2013). Pendidikan karakter adalah pendidikan yang sangat penting bagi kita terutama bagi anak-anak yang masih dalam dunia pendidikan, karena pendidikan karakter dalam dunia pendidikan ini dijadikan sebagai wadah atau proses untuk membentuk pribadi anak agar menjadi pribadi yang baik. Sebagai tenaga pendidik seorang tutor juga perlu memberikan contoh perilaku yang baik kepada peserta didik, karena perilaku guru merupakan teladan bagi anak didik. Dalam dunia pendidikan memang pendidikan karakter sangat di butuhkan oleh peserta didik untuk membentuk pribadi yang baik, bijaksana, jujur, bertanggung jawab, dan bisa menghormati orang lain. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang dilakukan untuk membentuk kepribadian seseorang agar menjadi pribadi yang baik. Dalam dunia pendidikan, pendidikan karakter memang sangat penting bagi peserta didik, untuk bekal mereka ketika sudah bekerja ataupun terjun di dunia politik, dalam dunia politik banyak sekali anggota-angkota DPR, KPU, KY, dan sebagainya yang terjerat dalam kasus korupsi, dengan adanya hal demikian maka bagi pendidik perlu membentuk kepribadian peserta didik mulai sejak dini agar menjadi pribadi yang baik.  Proses belajar juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga peserta didik menjadi jenuh bahkan ada juga yang tidur di dalam kelas. Pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti, dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, hanya sekedar tahu). Secara tidak langsung pendidikan yang seperti ini telah membunuh karakter anak bangsa sehingga menjadi tidak kreatif. Dengan adanya hal demikian kita sebagai calon pendidik bisa merubah pendidikan sekarang ini munuju pendidikan yang bermutu yang tidak hanya mengedepankan aspek kognitif saja tetapi juga harus memperhatikan sikap afektif dan psikomotoriknya juga. Ketika kita bisa melakukan hal tersebut maka pendidikan yang sekarang ini akan bisa menumbuhkan jiwa-jiwa yang berkarakter tinggi dan berpengetahuan luas, 
Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia yang bermoral, membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan rasional, membentuk manusia yang inovatif dan suka bekerja keras, optimis dan percaya, dan berjiwa patriot. Dengan demikian pendidikan yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak baik dari ranah kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas dan spiritual harus seimbang. 
Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai manusia yang utuh, dan pendidikan yang, padahal pendidikan yang di tuntut saat ini adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik (Student Centris) dalam suasana yang lebih demokratis, adil, manusiawi, menyenangkan, membangkitkan minat belajar, merangsang timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi, inovatif dan semangat hidup. Dengan demikian secara tidak langsung pendidik yang hanya mengedepankan aspek kognitif saja sudah membunuh karakter anak. Dengan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik akan menjadikan kualitas peserta didik menjadiunggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam karakter akan mampu menghadapi persoalan dan tantangan dalam hidupnya. Seharusnya pendidikan saat ini harus berpusat pada peserta didik, dan sebagai pendidik kita harus bisa membuat anak agar bisa berfikir secara kritis dan analitis. Dengan begitu kita secara tidak langsung akan menumbuhkan karakter anak untuk bisa berkreasi. Dengan adanya pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan maka generasi dimasa depan yang terjun dalam dunia politik akan terhindar dari korupsi dan bisa menjadi pemimpin yang lebih baik. Adapun 18 karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai berikut;
1.    Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.    Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.    Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.    Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5.    Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.    Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.    Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8.    Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9.    Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.  Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11.  Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.  Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 
13.  Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14.  Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
17.  Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggung-jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


2.    ANALISIS
a.    KEGIATAN  PEMBELAJARAN  TIDAK  OPTIMAL
Dalam kegiatan pembelajaran dikembangkan PKBM harus meluas sehingga warga belajar memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan pengalaman tentang pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang berkaitan dengan etika, estetika, logika dan kinestetika pada saat pembelajaran. Selanjutnya program ini harus memiliki prinsip keseimbangan (balanced) dimana setiap kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran PKBM harus dicapai melalui alokasi waktu yang cukup untuk sebuah proses pembelajaran yang efektif, program yang dikembangkan ini harus relevan karena setiap program terkait dengan penyiapan warga belajar untuk meningkatkan mutu kehidupan melalui kesempatan, pengalaman, dan latihan dalam berperan dan bersikap secara bertanggung jawab dalam mewujudkan kedewasaan berfikirnya, pada akhirnya warga belajar mampu mengedepankan konsep perbedaan (differentiated), prinsip ini merupakan upaya pelayanan individual dimana warga belajar harus memahami: apa yang perlu dipelajari; bagaimana berpikir, bagaimana belajar, dan berbuat untuk mengembangkan potensi dan kebutuhan dirinya masing-masing secara optimal.
Untuk mendukung terlaksananya prinsip-prinsip tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu menjadi patokan pengembang PKBM meliputi: a) kualitas sumber daya manusia yang mengusung program, b) kemampuan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu (masyarakat, pemerintah, dan sumber-sumber lainnya), c) kemampuan (kualitas, kompetensi) sumber belajar (tutor, fasilitator) terutama kesesuaian dengan program, d) warga belajar yang berminat dan butuh dengan program yang dikembangkan, e) fasilitas pendukung program yang representatif sesuai dengan kebutuhan program, f) partisipasi masyarakat dalam pengembangan program, g) alat kontrol (supervisi monitoring, dan evaluasi) program, h) daya dukung lain seperti model yang akan dikembangkan, materi, modul, atau sumber lain yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan sasaran didik, i) anggaran untuk mendukung program, j) pemeliharaan program agar program tetap eksis, k) pengembangan program ke depan.
Sedangkan Sihombing dan Gutama (2000), menjelaskan bahwa beberapa faktor penunjang keberhasilan pengembangan program PKBM meliputi: a) kemampuan mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan masyarakat (warga belajar), b) melayani kebutuhan dan minat warga belajar dalam kegiatan yang bervariasi atau sesuai kebutuhan dan minatnya, c) memobilisasi sumberdaya yang ada di masyarakat, d) membangun kemitraan dan kerjasama secara terbuka secara terbuka dengan berbagai lembaga atau oranisasi, sehingga PKBM mampu mengembangkan berbagai aktivitas pembangunan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan lokal, e) memonitor perkembangan kegiatan serta keberhasilan sehingga dijadikan dasar pengembangan program ke depan, f) mencatat berbagai kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang dikelembagaan PKBM.
Langkah-langkah dalam penyusunan program PKBM dapat diikuti sebagai berikut: a) merencanakan program kegiatan, b) menentukan dan menetapkan berbagai sumber yang dibutuhkan baik sumber daya manusia, material maupun finansial, c) melakukan sosialisasi program ke masyarakat dan pemerintah daerah, d) menerima warga belajar, e) mencari kebutuhan warga belajar berkaitan dengan materi yang dikembangkan dalam program, f) menetapkan kebutuhan materi pembelajaran (program), g) menetapkan target dan tujuan program, h) menyusun kurikulum dan materi pembelajaran, i) menjalankan program, j) melakukan monitoring dan evaluasi program, k) mengembangkan program berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi.
Pada kenyataannya belum bisa semua program yang semesti dihadirkan di PKBM namum tidak memungkinkan untuk dilaksanakan dengan kemampuan dan keterbatasannya itu yang membuat tidak berjalannya kegiatan-kegiatan yang baik ini di PKBM.

b.    KETUNTASAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK.
Pada prinsipnya pelaksanaan pembelajaran di PKBM tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pembelajaran pada sistem persekolahan, namun di dalam PKBM kegiatan pembelajaran lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat setempat disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta tuntutan pasar, di samping itu warga belajar yang ada di dalam PKBM tidak dibatasi oleh usia sebagaimana dalam pendidikan persekolahan. Adapun kegiatan dalam pelaksanaan PKBM berdasarkan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001) adalah: (1) Memotivasi warga belajar, (2) Mengadakan dan atau mengembangkan bahan belajar pokok bagi warga belajar dan bahan pengajaran pokok bagi tutor/ nara sumber; (3) Melaksanakan proses belajar mengajar; dan (4) Menilai proses dan hasil kegiatan mengajar secara berkala. Proses pelaksanaan kegiatan dalam berbagai bidang perlu dikendalikan serta dievaluasi secara berkesinambungan guna memperoleh hasil yang maksimal.
Lembaga pendidikan PKBM, memiliki peranan yang amat penting bagi pembinaan generasi muda untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan bangsa yang sedang berkembang. Hal ini membawa implikasi bahwa proses pendidikan di lingkungan PKBM harus mampu menumbuhkembangkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai-nilai setiap individu peserta didik. Dalam hal ini penulis memandang bahwa PKBM merupakan sub sistem dari sistem masyarakat di mana PKBM tersebut berada. Ia harus mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan masyarakat.
Patut disadari bahwa didalam perjalanan PKBM dalam memberikan kontribusi dalam hal pendidikan mengalami mengukur hasil kompetensi yang pasti dari setiap peserta didik, disebabkan parameter evaluasi harian sulit dicapai ketika tingkat kehadiran yang tidak menentu, tutor tidak pernah tahu apakah peserta didik sudah belajar secara mandiri atau tidak pernah namun ketika saatnya penilain tengah semester dan penilaian akhir semester rata-rata menjawab dengan mengira dan asal menjawab saja. PKBM harus mempunyai sistem yang tepat dalam memberikan hasil penilaian yang mengacu pada kemampuan dari kompetensi peserta didik.

c.    KEBIJAKAN DALAM KENAIKAN DAN KELULUSAN
Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional pada jalur pendidikan non-formal, khususnya PKBM, akan banyak bergantung kepada berbagai faktor, baik dari dalam sistem kelembagaan itu sendiri maupun faktor-faktor dari luar sistem PKBM.
Keberhasilan pendidikan akan sangat menentukan keberhasilan, pembangunan karena tujuan pendidikan adalah mencetak sumber daya manusia berkualitas sebagai pelaksana pembangunan. Dalam hal ini, Fakry Gaffar (2001) mengemukakan: “Manajemen pendidikan di Indonesia merupakan titik sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan sumber daya manusia.
Berdasarkan hasil pengamatan para ahli, menunjukkan bahwa manajemen pendidikan kita masih belum menampakkan kemampuan profesional sebagaimana diharapkan. Kemelut sering terjadi karena ketidakmatangan manajemen. Kemelut dalam bidang kurikulum, dalam bidang pengadaan prasarana dan sarana pendidikan, dalam bidang pengangkatan dan dalam bidang kualitas, sebenarnya kontribusi dari manajemen yang belum kuat.
Aspek yang menonjol kelemahannya adalah sistem dan faktor manusianya. Sistem pendidikan kita masih terlalu dipengaruhi oleh politik. Karena itu sangat terasa bahwa sistem pendidikan kita tidak responsif terhadap berbagai perkembangan sosial teknologi yang begitu cepat melanda masyarakat. Kurangnya sikap profesional, lemahnya sikap hidup yang rasional dan kemauan untuk berkarya, serta lemahnya disiplin ilmu dalam bekerja menyebabkan produktivitas kerja rendah dan akibatnya produksi sistem juga rendah. Persoalan kualitas sebenarnya persoalan lemahnya manajemen karena orientasi manajemen masih belum pada pembelajaran peserta didik. Berbagai hal di atas secara perlahan-lahan berkembang menjadi sikap hidup egosentris dalam manajemen dan bilamana itu tumbuh dalam manajemen pendidikan Indonesia, maka pendidikan Indonesia yang berkualitas sulit diwujudkan.
Mutu pendidikan yang merupakan bagian dari manajemen pendidikan, akhir-akhir ini muncul menjadi masalah nasional yang dipandang sangat merisaukan. Mutu atau kualitas pendidikan adalah sentral karena pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Manusia berkualitas tidak mungkin dihasilkan oleh pendidikan yang tidak bermutu. Karena itu pembangunan pendidikan harus diartikan sebagai pembangunan kualitas pendidikan. Ukuran kualitas pendidikan didasarkan atas standar hasil yang ditentukan bersama dan telah menjadi konsensus bersama sesuai dengan level, jenjang dan jenis pendidikan.
Misalkan dalam hal menaikan dan meluluskan peserta didik yang memang belum pantas atau memiliki kemampuan kompetensinya masih dibawah standar ketuntasan belajar (SKM) namun pihak sekolah masih bersikeras untuk tetap menaikan dan meluluskan peserta didik tersebut, itulah yang terjadi di pendidikan formal apalagi di pendidikan nonformal.
Pendidikan nonformal seperti PKBM ada anggapan bagi setiap warga belajar bila sudah 3 tahun terdaftar dalam PKBM, maka ada hak peserta didik itu untuk ikut  USBN dan UNBK yang padahal hariannya tidak pernah datang bahkan tidak ikut penilaian semester maupun ujian kenaikan kelas (UKK), dalam hal ini perlu ada ketegasan sikap manajemen pengelola PKBM untuk tidak membiarkan hal demikian.



3.   PELAKSANAAN
a.    KBM  BERLANGSUNG  NORMAL
Secara umum pembentukan PKBM bertujuan untuk memperluas kesempatan masyarakat khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Sejalan dengan visi pembentukan PKBM tersebut maka tugas pokok PKBM adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu untuk mengembangkan diri melalui penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dalam suatu wadah terpusat yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat dan diharapkan dapat tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat sendiri, sehingga akan lebih berorientasi pada kebutuhan belajar masyarakat setempat yang pada akhirnya mampu menjadikan PKBM sebagai suatu wadah pembelajaran berkelanjutan.
Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001) menentukan bahwa PKBM memiliki dua fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi pendukung. Adapun fungsi utama PKBM menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001) adalah “Sebagai wadah berbagai kegiatan belajar masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan masyarakat”. Sedangkan Fungsi Pendukungnya adalah:
1.      Sebagai pusat informasi bagi masyarakat sekitar, lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
2.      Pusat jaringan informasi dan kerjasama bagi lembaga yang ada di masyarakat (lokal) dan lembaga di luar masyarakat.
3.      Sebagai tempat koordinasi, konsultasi, komunikasi dan bermusyawarah para pembina teknis, tokoh masyarakat dan para pemuka agama untuk merencanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
4.      Sebagai tempat kegiatan penyebarluasan program dan teknologi tepat guna.
5.      Proses Manajemen PKBM
Walaupun demikian sarana dan prasarana sekolah PKBM menjadi multi fungsi guna ruang, kegiatan pembelajaran harus tetap berlangsung normal maka perlu diatur waktu penggunaan ruang belajar untuk warga belajar PKBM dan juga bagi kepentingan berkumpulnya masyarakat. Terkadang jumlah ruang kelas dan jumlah peserta didik melebihi kuota belajar dalam satu kelas, yang biasanya satu kelas maksimal berisi 36 peserta didik, di PKBM bisa jauh lebih dari itu pada saat-saat tertentu.

b.   LEMAHNYA KEWAJIBAN  TERHADAP BEBAN ADMINISTRASI
Kegiatan pembelajaran tidak akan bisa dipungkiri membutuhkan pembiayaan, untuk PKBM yang dikelola yayasan mendapatkan biaya sepenuhnya dari kewajiban peserta didik, namun beda halnya kalau PKBM Negeri yang dimiliki oleh pemerintah, ada yang menganggap bahwa segalanya gratis, warga belajar yang terdaftar di PKBM Negeri merasa seperti disekolah formal yang dimiliki pemerintah yang memang tidak ada pungutan apapun kepada peserta didik. Hal yang seperti ini harusnya menjadi perhatian bagi dinas pendidikan provinsi, agar nasib peserta didik dan pengajarnya (tutor) menjadi jelas. Belakangan ini mulai ada pencerahan bagi tutor yang diberikan kompensasi yang layak bagi mereka para tutor yang mengajar di PKBM Negeri.
Karena belum adanya kejelasan kebijakan tentang kewajiban pembiayaan  kepada peserta didik, maka beban itu masih diwajibkan kepada mereka warga belajar, pungutan ini harus dilaksanakan berkaitan dengan kegiatan penilaian tengah semester maupun penilaian akhir semester. Pada realitasnya banyak yang kurang mengindahkan kewajiban yang akhirnya pihak pengelola mengalami kesulitan pembiayaan.
Dilain hal bahwa para pengajar/tutor pun harus secara berkala memberikan laporan kepada pihak manajemen terhadap perkembangan peserta didik, baik bentuk perangkat pembelajaran maupun hasil penilaian kurun waktu tertentu.

c.    MEMBERIKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER
Pembangunan karakter bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks. Perkembangan masyarakat yang dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi, merupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya bangsa seperti memudarnya rasa kebersamaan, gotong-royong, melemahnya toleransi umat beragama, menipisnya solidaritas terhadap sesama, dan itu semua pada akhirnya akan berdampak pada berkurangnya rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai satuan pendidikan nonformal mempunyai peran penting dalam membentuk karakter peserta didiknya. Karakter menunjukkan nilai-nilai yang harus selalu menjiwai seluruh warga belajar. Untuk membangun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang baik maka harus juga dibentuk dan diperkuat terus dengan karakter, tanpa memiliki karakter, akan sulit bertahan dan berkembang dengan baik dalam mencapai tujuan pendidikan. Fungsi pendidikan nasional hakikatnya adalah mempersiapkan kaum muda selaku pihak yang terdidik agar memiliki kemampuan berkembang dan terbentuknya watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Buchory (2012 : 145) mengungkapkan dengan pendidikan nasional, semua anak bangsa harus dapat berkembang kemampuan dan karakter atau jati diri serta peradaban bangsanya yang bermartabat.
Dari 18 karakter yang disajikan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan, tidak semuanya bisa diterapkan di pendidikan nonformal PKBM, misalkan salah satu contoh karakter kedisiplinan misalnya, dalam beberapa hal tentang kedisiplinan berkaitan dengan pakaian, berkaitan dengan ketepatan waktu, semua itu menjadi relatif bagi warga belajar di PKBM. Tapi untuk karakter kejujuran, kemandirian, toleransi, religius, kreatif, bersahabat, cinta damai dan demokrasi, kesemua ini sangat mungkin bisa diterapkan dalam semua kegiatan di PKBM.

4.    MONITORING  DAN  EVALUASI
a.    EVALUASI PEMBELAJARAN
Menurut Sudjana (2000: 256) menjelaskan bahwa penilaian adalah proses pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus   dengan   tujuan   untuk   menentukan   keputusan-keputusan   yang   sesuai. Menurut Hamdani (2011: 296) evaluasi adalah suatu proses  yang sistematis dan berkesinambungan  untuk  mengetahui  efisiensi  kegiatan  belajar  mengajar  dan efektivitas dari pencapaian dari tujuan instruksi yang telah ditetapkan. Sedangkan  Arikunto  (2004:  1)  menjelaskan  evaluasi  adalah  kegiatan  untuk  mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, dan informasi tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dari  pengertian  evaluasi  oleh  beberapa  ahli  di  atas  dapat  disimpulkan evalusi yang dimaksudkan oleh penulis dalam skripsi ini adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk mengetahui efisiensi kegiatan pembelajaran dan efektivitas dari pencapaian dari tujuan instruksi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai  alat  penilaian hasil  pencapaian  tujuan  dalam  pengajaran,  evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus secara kontinyu, dan yang terpenting adalah proses   pembelajaran   yang   dilakukan.
Ada   beberapa   macam   jenis   evaluasi, diantaranya yaitu:
a.    Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap kali unit pelajaran tertentu  telah  selesai  dipelajari.  Manfaat  evaluasi  ini  adalah  sebagai  alat penilaian  proses  belajar  mengajar  suatu  bahan  pelajaran  tertentu.  Bentuk evaluasi ini dapat berupa tanya jawab antara pendidik dan warga belajar.
b.    Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada akhir pelajaran suatu program atau sejumlah  unit pelajaran tertentu. Evalusi ini bermanfaat untuk menilai  hasil  pencapaian  warga  belajar  terhadap  pencapaian  suatu  program pelajaran dalam satu periode tertentu, seperti semester akhir tahun pelajaran.
c.    Evaluasi diagnostik, yaitu evalusi yang dilaksanakan  sebagai sarana diagnosis. Evaluasi   ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari sebab kegagalan pengajaran, dimana letak kelemahan dan kelebihan warga belajar dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit pelajaran tertentu.
d.   Evaluasi penempatan, yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempatkan warga belajar pada suatu program pendidikan atau jurusan tertentu. Untuk  memperoleh  data  tentang  proses  dan  hasil  belajar  warga  belajar, pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi yang dinilai.

b.    KENDALA YANG DIHADAPI 
Beragam satuan pendidikan nonformal yang terdapat pada PKBM harus menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat, menurut Sihombing (2001) dapat digambarkan sebagai berikut:
1.    Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai. Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari satu kecamatan. Begitu pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor, kenyataannya baru dapat dipenuhi lima orang tutor untuk setiap kelompok belajar.
2.    Rasio modul untuk warga belajar program kesetaraan yang masih jauh dari mencukupi. Rasio modul baru mencapai 1 : 3. Hal ini terjadi arena pengadaan modul murni dari pemerintah.
3.    Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran.
4.    Kualitas hasil belajar sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat keberhasilannya. Secara teoritis memang terdapat pembelajaran, tetapi dalam pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan.
5.    Lemahnya akurasi data tentang sasaran program.kondisi ini disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik secara kuantitas maupun kualitas serta sarana pendukung yang belum memadai.
6.    Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dilaksanakan tepat waktu.

c.     FAKTOR – FAKTOR PENDUKUNG
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keefektifan Pembelajaran Kejar Paket B Setara SLTP menemukan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran kejar Paket B. Faktor internal yang berhubungan dengan keefektifan adalah status sosial ekonomi warga belajar. Sedangkan faktor eksternal yang memiliki hubungan nyata degan keefektifan pembelajaran kejar Paket B adalah tersebut adalah materi, kualitas pengajar, intensitas pengajaran, dorongan orang tua, dan peluang kerja.
Sebagai fungsi utama PKBM sebagai wadah berbagai kegiatan belajar masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan masyarakat, maka faktor pendukungnya adalah:
1.    Sebagai pusat informasi bagi masyarakat sekitar, lembaga pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
2.    Pusat jaringan informasi dan kerjasama bagi lembaga yang ada di masyarakat (lokal) dan lembaga di luar masyarakat.
3.    Sebagai tempat koordinasi, konsultasi, komunikasi dan bermusyawarah para pembina teknis, tokoh masyarakat dan para pemuka agama untuk merencanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
4.    Sebagai tempat kegiatan penyebarluasan program dan teknologi tepat guna.
5.    Proses Manajemen PKBM

B.   ALTERNATIF PENGEMBANGAN 
a.    WARGA BELAJAR MEMAHAMI TATA TERTIB PKBM
Pendidikan merupakan hal yang penting, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi lingkungan yang selalu berubah-ubah, atau dengan kata lain, pendidikan ditujukan dalam upaya peningkatan kualitas hidup, baik itu kehidupan pribadi maupun masyarakat, dimana pendidikan tersebut bisa dilakukan di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah, tentu terdapat banyak peserta didik yang masing-masing dari mereka memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat kedisiplinan dan ketertiban di sekolah yang harus selalu ditegakkan guna menjamin keberlangsungan proses belajar mengajar. Untuk itu, sangatlah perlu dibentuk suatu tatanan guna mengatur disiplin maupun ketertiban siswa yang dikenal dengan Tata Tertib Sekolah.
Terdapat beberapa pengertian dari tata tertib sekolah, diantaranya :
1.    Menurut pengertian umum, tata tertib sekolah merupakan seperangkat peraturan atau ketentuan yang secara organisasi hal tersebut mengikat setiap komponen sekolah, baik itu siswa, guru, kepala sekolah, maupun perangkat sekolah yang lain agar tujuan yang telah ditetapkan oleh sekolah bisa tercapai.
2.    Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998:37), tata tertib sekolah adalah peraturan yang mengatur segenap tingkah laku para siswa selama mereka bersekolah untuk menciptakan suasana yang mendukung pendidikan
3.    Menurut Indrakusumah (1973:140) menyatakan bahwa tata tertib adalah sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam tata kehidupan tertentu.
Tata tertib sekolah dibuat secara resmi oleh pihak yang berwenang dengan melihat berbagai macam pertimbangan yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolah tersebut. Tata tertib sekolah memuat hal-hal yang diwajibkan maupun hal-hal yang dilarang untuk siswa selama mereka berada di lingkungan sekolah, dan apabila ternyata terjadi pelanggaran tata tertib, maka pihak sekolah memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Tata tertib sekolah dibentuk untuk mengatur kegiatan sekolah sehingga tercipta suasana tata kehidupan sekolah yang santun dan sehat yang nantinya akan menjamin kelancaran proses belajar mengajar. Adapaun tujuan tata tertib sekolah adalah :
1.    Untuk menciptakan suasana yang aman dan tentram bagi seluruh warga sekolah
2.    Menciptakan suasana yang bersih dan sehat bagi seluruh warga sekolah
3.    Menciptakan suatu kondisi yang teratur yang mencerminkan keserasian, keselarasan, serta keseimbangan baik pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan, dan lain sebagainya di lingkungan sekolah.
4.    Menciptakan lingkungan yang baik sehingga tercipta keindahan yang bisa dirasakan oleh seluruh warga sekolah
5.    Untuk membina tata hubungan yang baik diantara para siswa, guru, dan warga sekolah lainnya yang mencerminkan sikap dan rasa gotong-royong, keterbukaan, saling membantu, saling menghormati, dan saling tenggang rasa.
Dengan adanya tata tertib sekolah, maka akan dapat menciptakan ketertiban di sekolah sehingga tercipta kondisi yang dinamis yang dapat menimbulkan keserasian dan keseimbangan tata kehidupan bersama di lingkungan sekolah. Adapun fungsi tata tertib sekolah bagi peserta didik adalah:
1.        Sebagai alat untuk mengatur perilaku dan sikap peserta didik selama di sekolah; Keberadaan tata tertib sekolah akan mampu menjamin kehidupan yang tertib dan tenang di sekolah sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Dengan pelaksanaan tata tertib sekolah yang tepat, jelas, konsekuen, dan diawasi dengan sungguh-sungguh akan menciptakan suasana belajar di sekolah yang tertib, damai, dan tentram. Tata tertib sekolah yang ditaati dan dilaksakan dengan baik oleh peserta didik dapat menjadi suatu pembelajaran bagi mereka untuk dapat menghormati aturan-aturan umum lainnya serta mereka dapat belajar mengembangkan sikap mengekang dan mengendalikan diri.
2.      Sebagai sarana pendidikan;  Dengan keberadaan tata tertib sekolah maka akan memperkenalkan warga belajar  pada perilaku yang disetujui oleh suatu lingkungan. Dengan begitu pada akhirnya peserta didik dapat membawa dirinya ke dalam kehidupan yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum terjun ke dalam lingkungan masyarakat, telah dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat mengekang atau mengendalikan diri, sehingga nantinya mereka diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman, damai, tenang, dan aman.
3.      Sebagai pedoman bagi perilaku peserta didik;  Tata tertib sekolah dapat menjadi suatu pedoman bagi perilaku warga belajar dan dapat memotivasi untuk dapat berperilaku atau bertindak sesuai dengan tujuan dari pendidikan karakter.
Tata tertib sekolah juga menjadi salah satu unsur kedisiplinan dan perilaku peserta didik. Dengan begitu para siswa diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh lingkungan sekolah. Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa tata tertib sekolah merupakan hal yang penting bagi peserta didik, dimana hal tersebut dapat mendidik serta membina perilaku disekolah, karena tata tertib sekolah berisi aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh warga belajar. Selain itu, tata tertib sekolah juga bertindak sebagai pengendali perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisi larangan-larangan bagi siswa tentang suatu perbuatan. Selain itu tata tertib sekolah juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya. Dengan demikian diharapkan suasana kondusif dan berkarakter dalam tercipta didalam lembaga pendidikan PKBM.

b.    MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER
Pendidikan yang dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis dan tidak kreatif, sedangkan semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa yang lebih tahu mengajari yang belum paham, hal ini kemudian akan didapat seorang guru ketika mengajar sebenarnya dia sedang belajar, terkadang belajar apa yang tidak diketahuinya dari murid. Selanjutnya, keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengetahuan. maka metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembiraan peserta didik  dan tutor dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara partisipatif, guru fasilitator dalam meramu kurikulum.
Dilihat dari penjelasan tentang prinsip pendidikan alternatif yang menjadi pedoman PKBM PERTI dapat disimpulkan bahwa salah satu peran yang sangat menonjol adalah peran dari seorang tutor/pengajar. Tutor adalah tidak lebih dari pendamping dan fasilitator, berbeda dengan guru pada sekolah formal biasanya. Pendamping utamanya berperan untuk memotivasi, memfasilitasi dan mengajak diskusi warga belajar PKBM PERTI. Pendamping memotivasi warga belajar untuk belajar dan maju, memfasilitasi proses pembelajaran warga belajar dan mengajak diskusi warga belajar tentang hal ihwal warga belajar, masyarakat dan kehidupan nasional dan internasional. Kadang, pendamping menjadi sumber belajar, tetapi peran semacam ini tidak mendominasi. Sehingga, hubungan antara pendamping dan warga belajar bersifat egaliter dan akrab. Dalam mengemban peran-peran tersebut, pendamping menyesuaikan diri dengan karakteristik dan keinginan warga belajar.
Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.

                            

Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.

                                        

c.     MENGEMBANGKAN MEDIA BELAJAR BERBASIS TEKNOLOGI 
Pada mulanya media yang berbasis ICT hanya digunakan sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Namun dewasa ini perkembangan penggunaan ICT dalam pendidikan semakin pesat saja. Perkembangan itu sebenarnya bermula dari pertama kali ditemukanya sebuah konsepsi pengajaran visual ataupun alat bantu visual sekitar tahun 1923.
Yang dimaksud alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda, atau alat yang memberikan pengalaman visual yang nyata kepada anak. Setelah agak lama, kemudian konsep visual berkembang menjadi audio visual pembelajaran biasa disebut juga audio visual education atau audio visual aids yang kira-kira muncul pada tahun 1940. Kemudian kira-kira tahun 1945 beberapa variasi nama muncul dipergunakan, seperti audio visual material dan audio visual device.
Perkembangan selanjutnya dapat dikatakan sebagai akibat dari diterapkanya ilmu komunikasi sangat besar sekali hingga timbul gerakan “audio visual communicaton” yang menggeser audio visual education. Gerakan ini lebih menitik beratkan pada komunikasi. Tahun 1950-an juga kita kenal sebagai periode di mana perkembangan industri komunikasi khususnya bidang televisi mulai lepas landas, hal ini ditandai dengan ditemukanya electronoc video recording.
Kemudian pada tahun 1959 tegnologi ini dengan bantuan ford fondation mulai disediakan untuk keperluan pendidikan.
Perkembangan selanjutnya terjadi sekitar tahun 1960. Perubahan konsepsi ini dimungkinkan dengan diaplikasikanya pendekatan sistem (system aproach) dan konsep perkembangan pembelajaran pada kegiatan pendidikan. Selain itu juga semakin besar pengaruh psikologi dan ilmu tingkah laku terhadap konsep perkembangan teknologi pendidikan. Perkembangan ini terus berlanjut hingga sampai pada tahap yang sangat modern seperti sekarang ini. Teknologi ICT terus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan pemanfaatan media ICT dalam dunia pendidikan sekarang sudah sangat berbeda dengan ilustrasi di atas seperti pada masa permulaan. Kini pemanfaatan media ICT tidak selayaknya lagi hanya dimaknai sebagai alat bantu dalam penyampaian materi pendidikan, namun sebagai suatu kebutuhan agar penyampaian materi lebih teliti dan menarik. Sehingga proses pembelajaran akan berjalan tidak monoton dan mampu memberi stimulus kepada peserta didik untuk menyerap materi. Misalnya dalam pencarian materi pelajaran yang melalui internet, proses diskusi yang menggunakan power point bahkan komunikasi juga memakai teleconference dan lain sebagainya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN